Sunday, December 6, 2009

Membina Diri Menjadi Murabbi


Menjadi orang yang soleh dan muslih adalah buah yang kita harapkan dari proses pembinaan
yang kita jalani. Soleh secara pribadi dan mengupayakan tumbuh kembangnya kesolehan
pada orang lain merupakan teladan dari Rasulullah SAW dan para salafushsalih yang
sepatutnya kita ikuti. Alhamdulillah, saat ini sangat banyak di antara kita yang mendapatkan
kesempatan menjadi mentor atau murabbi baik di kampus maupun sekolah. Sesungguhnya
yang kita inginkan bukanlah semata banyaknya jumlah adik mentor atau mutarabbi kita.
Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana agar kuantiti dan kualiti
selalu merupakan fungsi yang bergradien positif. Atau menurut slogan seorang
ikhwah,”Daripada berjuang bersama 20 orang tapi tidak berkualiti, lebih baik berjuang bersama 2000 orang yang berkualiti.”
Kunci utama peningkatan kualiti umat ini terletak di tangan para penyeru seruan Islam itu
sendiri. Atau dalam konteks ini berarti penentu penjagaan dan peningkatan kualiti kesolehan
para adik mentor/mutarabbi adalah para mentor/murabbi itu sendiri.
Berikut ini adalah beberapa karakteristik yang mesti kita usahakan agar melekat pada diri para
mentor/murabbi :

1. Al-Fahmu As-syamil al-kamil, iaitu pemahaman yang sempurna dan menyeluruh terhadap
dasar-dasar keislaman dan rambu-rambu petunjuknya, juga terhadap apa yaang akan
didakwahkannya, karena seorang mentor/murabbi akan mentarbiyah seseorang yang memiliki
akal, perasaan dan pemahaman, dan orang tersebut akan merefleksikan apa yang didengar
dan diperhatikan dari sang mentor/murabbi, maka apabila seorang mentor/murabbi tidak
memiliki level pengetahuan yang memadai dan wawasan pemahaman yang menyeluruh
tentang dasar-dasar keislaman, maka hal itu akan memindahkan sebuah kebodohan kepada
adik mentor/mutarabbinya, yang pada gilirannya....
akan menimbulkan masalah dalam
pembentukan kepribadian muslim sang adik mentor/mutarabbi itu sendiri.

2. Waqi’ ‘Amaly, iaitu keteladanan sang mentor/murabbi dengan amal perbuatannya yang
secara real tampak jelas pada perilakunya, seperti geraknya, diamnya, bicaranya, atributnya,
pandangannya dan ibrohnya, seluruh keteladanan itu adalah buah refleksi dari pengaruh
keimanan dan pemahaman dalam kehidupan sang mentor/murabbi, dalam rangka memberikan
pengaruh keteladanan yang baik (Qudwah solehah) pada saat kemunculannya di
tengah-tengah masyarakat.
Seorang ulama, Hasan Al-Banna mensifati murabbi dengan sebutan da’i mujahid, lebih
jelasnya beliau menyebutkan bahwa da’i mujahid adalah : “Sosok seorang da’i yang telah
mempersiapkan segala sesuatunya, yang terus menerus berfikir, besar perhatiannya dan siap
siaga selalu”. Begitulah seharusnya seorang mentor/murabbi, tercermin iman dan keyakinannya
pada perilaku dan amalnya. Berdasarkan penelitian pada perjalanan kehidupan sang
mentor/murabbi, bahwa pengaruh mereka terhadap banyak orang lebih banyak berasal dari
perilaku dan akhlaknya yang istiqamah di setiap keadaan. Sudah menjadi pemahaman umum
bahwa “Manthiqal Af’al aqwa min manthiqil aqwal” ( Logika amal / perbuatan lebih kuat dari
logika kata-kata). Dikatakan pula oleh ulama salafushasalih : “Man lam tuhadzdzibka ru’yatuhu
fa’lam annahu ghairu Muhaadzdzab” (Barang siapa yang tidak mendidikmu ketika engkau
melihatnya maka ketahuilah bahwa orang itu juga tidak terdidik).Al-imam Syafi’i rahimahullohu berkata : “Man wa’adzho akhohu bifi’lihi kaana Haadiyan”
(Barang siapa yang menasihati seudaranya dengan amal perbuatannya maka bererti ia telah
menunjukinya”. Oleh kerana itu keteladanan adalah fokus yang sangat sensitif dan halus,
kerana apa yang tampak pada dirinya jauh lebih besar pengaruhnya dari apa yang
diucapkannya (Al-Mandzhor a’dzhomu ta’tsiran minal qoul).

3. Al-khibroh binnufus, iaitu berpengalaman dalam memahami aspek kejiwaan, kerana
sesungguhnya lapangan kerja seorang mentor/murabbi tidak lain adalah kejiwaan, bergumul
dengannya dan menjadikannya sasaran yang pertama dan terakhir dalam proses tarbiyah,
sedangkan jiwa tidak seperti gigi sisir, akan tetapi jiwa orang berbeza satu dengan yang
lainnya, ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang peka dan over sensitif. Ada yang lembut ,
ada yang keras,bebal dan sebagainya.
Oleh karena itu seorang mentor/murabbi hendaknya menyikapi seseorang sesuai dengan
kejiwaannya dan berhati-hati dalam berinteraksi dengannya, maka jangan bersikap terlalu tegas
dan keras kepada orang yang jiwanya halus dan peka, melainkan harus dihadapi dengan lemah
lembut , sebaliknya orang yang jiwanya keras harus dihadapi dengan ketegasan jika ia lalai dan
menyimpang. Adalah Rasulullah SAW seorang murabbi pertama yang berpengalaman dalam ilmu
jiwa, beliau tidak mempergauli para sahabatnya dengan sikap yang sama antara yang satu dan
lainnya, kerana beliau sangat tahu akan tabiat manusia dan kejiwaan mereka. Dalam hadits
riwayat Bukhari dari Abdullah ibnu mas’ud RA. Beliau bersabda : “Adalah Rasulullah SAW
pernah beberapa hari lamanya tidak memberikan nasihat dan peringatan kepada kami, kerana
beliau takut kami menjadi bosan” (Al-Hadits)
Berkaitan dengan Al-khibroh binnufus, banyak contoh keteladanan dari murabbi zaman ini,
diantara mereka adalah Hasan al-Banna, di mana telah terjadi dialog antara beliau dengan
salah seorang ikhwah, Ikhwah tersebut berkata : “Sesungguhnya ana lagi banyak muskilah dan
banyak yang ingin ana adukan kepada Antum, masalah yang ana hadapi ada yang bersifat
umum dan ada yang khusus”, maka kata Hasan Al-Banna : “Sudahlah jangan bebani diri Antum
dengan masalah itu, serahkan urusan Antum kepada Allah”, “Tapi, ana ingin Antum tahu”,
sergah Akh tersebut, “Sesungguhnya ana sudah tahu” kata Al Banna seraya meyakinkan Akh
tersebut, “Jadi ana bahagia kalau antum mau tahu” balas akh tersebut.
Akan tetapi belum sempat ana memulai curhat, beliau sudah mendahuluiku dengan rentetan
musykilah dan keluhan yang dialaminya sendiri, bahkan yang mengherankan apa yang
diutarakannya sama dengan apa yang ana rasakan . setelah beliau selesai berbicara, maka
ana pun berkata kepadanya : “Ya ustadz….. demi Allah sungguh ana sangat bahagia, dan ana
tidak akan mengeluh lagi”, ana mengatakan semua itu sambil terisak dan bercucuran air mata”.

No comments:

Post a Comment